SEORANG
anak remaja ketika belajar silat oleh gurunya dianjurkan untuk
melakukan puasa Senin – Kamis dan ketika ia menanyakan manfaat puasa
tersebut pada sang Guru, sang Guru hanya menjawab “itu sebagai puasa
sunnah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita semua”.
Sebagai murid di persilatan ia-pun harus berlatih tawaduk terhadap semua yang dikatakan oleh Gurunya. Tetapi dalam hati remaja tersebut masih selalu bertanya-tanya “Kenapa harus dengan puasa ?
Bukankah puasa itu justru mengurangi gizi ?”.
Hingga Gurunya meninggal, puasa itupun tak dijelaskan oleh gurunya karena menurut sang Guru selain pahala sunah puasa Senin – Kamis memiliki makna yang bersifat metafisis.
Beberapa tahun kemudian remaja itu berguru pada seorang Guru silat yang lain dan mengisahkan bahwa oleh Gurunya yang dulu ia dibekali dengan ilmu kebal. Untuk memiliki ilmu kebal tersebut remaja itu harus melakukan (membeli) dengan puasa tujuh Senin dan tujuh Kamis.
Sudah selayaknya jika seorang remaja yang selalu hidup dan tumbuh di lingkungan rasio (logika), ia selalu nekat dan berusaha mencari jawaban atas kepenasarannya terhadap hal-hal supranatural yang selama ini baginya hanya sebagai cerita di komik saja.
Maka setelah tujuh Senin dan tujuh Kamis selesai dilakukan, ia mengambil sebilah pisau yang sejak dini sudah disiapkan. “Berulang-ulang saya hujamkan pisau itu ke tubuh saya, tetapi semakin keras justru semakin enak rasanya”, kata remaja itu dan
“Di situlah rasio (logika) saya terjungkir dan akhirnya saya menyerah bahwa hal-hal yang supra itu memang benar-benar ada”.
“Di situlah rasio (logika) saya terjungkir dan akhirnya saya menyerah bahwa hal-hal yang supra itu memang benar-benar ada”.
(Bersambung ke bagian 2/ kedua )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar